Menanti Damai yang Hilang
Rabu, 14 Agustus 2013, Mesir kembali berdarah. Darah itu
kembali memerah dititik-titik perkumpulan massa yang sebelumnya sempat kering. Berita
ada yang mencatat bahwa jumlah korban atas tragedi tersebut mencapai 3000 jiwa
tewas, ada juga media yang memberitakan korban tewas hanya berkisar 250 orang. Sampai
sekarang penulis tidak bisa mengambil angka yang pasti, hanya mengambil
kesimpulan, betapa kejamnya sudah bumi Mesir ini.
Ramadhan yang telah berlalu, tidak membawakan dampak positif
bagi kedua belah pihak. Padahal dengan berpuasa sebulan penuh diharapkan bisa
meunakkan hati-hati yang keras, jiwa-jiwa yang serakang, juga otak-otak yang
kerdil. Namun semua itu hanya harapan belaka, yang tak akan kunjung hasil
sampai bisa-bisanya terjadi peristiwa seperti hari kemarin.
Lucu rasanya, ketika masih mengatakan, konflik di Mesir ini
hanya bermuara di segi politik. Muncul di benak kita semua, kalau saja konflik
ini disebabkan perbedaan politik, kenapa Masjid tega di bakar? Kenapa Rumah
Sakit rela di hanguskan bersama korban di dalamnya? Kondisi seperti ini sedikit
lagi hampir memanggil seluruh bangsa di seluruh dunia untuk mengkaji ulang
pendapat-pendapat mereka yang mungkin dulunya berpihak ke Militer, yang
mendukung kudeta .
Setelah kejadian tersebut dengan meninggalkan jejak para
syuhada yang tewas, Militer langsung mengambil
peran aktif dengan mengaktifkan jam malam. Ini merupakan langkah mereka
agar masyarakat tetap yakin bahwa dengan segenap kemampuan Militer akan menjadikan
Mesir ini kembali aman dan damai. Padahal dibalik itu mereka tetap berdusta,
berdusta terhadap warga negaranya sendiri, juga pada negaranya sendiri.
Sudah saatnya setiap pemimpin negara diseuruh dunia yang
masih memiliki hati nurani, suarakan ketidak-sukaan terhadap tindakan ini. Apakah
fungsi PBB telah luntur setelah diperbudak oleh negara yang katanya adi-kuasa? Benar-benar
lucu sudah PBB, tidak ada satupun perdamaian yang bisa dimunculkan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
0 komentar:
Posting Komentar